Mengenal Lebih Dekat Prabowo Subianto Dan Gerindra
Poros Pos. Jakarta merupakan barometer bagi Indonesia karena ia merupakan
Ibukota negara. Apa yang terjadi di Jakarta maka akan memberi pengaruh
ke seluruh penjuru negeri. Salah satunya adalah kontestasi pilkada DKI
Jakarta tahun 2017 yang mengundang perhatian segenap penduduk Indonesia.
Isu penistaan agama Islam yang bergulir pada pilkada DKI Jakarta 2017 membawa dampak besar kondisi sosial-politik masyarakat Indonesia. Kontestasi politik tersebut dimenangkan oleh pasangan Anies-Sandi yang diusung oleh Partai Gerindra bersama Partai Keadilan Sejahtera.
Sebagai partai pengusung, Gerindra kerap dikaitkan dengan isu keagamaan tersebut hingga tuduhan sebagai partai radikal. Prabowo menjawab tuduhan itu dalam sebuah diskusi yang ditayangkan dan disiarkan langsung lewat saluran Facebook oleh DIGDAYA TV.
“Tidak benar dan rasanya sulit untuk membuktikan hal tersebut jika merujuk pada data yang ada. Jati diri Gerindra sesuai dengan AD/ART adalah kebangsaan, kerakyatan, religius, dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, kaderisasi Partai Gerindra juga tidak memandang suku, ras, agama, atau golongan tertentu. Inilah alasan mengapa saya selalu menggunakan sapaan salam dari tiap-taiap agama setiap membuka acara,” jawab Prabowo.
“Di dalam struktur kepemimpinan Partai Gerindra juga diisi oleh berbagai macam latar belakang suku, ras, agama, dan golongan. Partai Gerindra juga banyak didukung oleh purnawirawan TNI/POLRI yang hidup mereka telah terbukti untuk membela bangsa dan Negara,” tegas Mantan Danjen Kopassus tersebut.
“Masing-masing dari berbagai suku, ras, dan agama di Indonesia punya kontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ada banyak pahlawan yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, semua memiliki peran,” lanjut Prabowo.
“Khusus bagi saya pribadi, Ibu saya beragama Kristen. Keluarga kakek saya banyak yang beragama Katolik. Saya dibesarkan dalam lingkungan perbedaan keyakinan, namun kami tetap bisa hidup berdampingan dengan baik,” kenang Prabowo.
“Saya yakin sebagai bangsa kita juga tetap bisa hidup berdampingan. Karena pendiri negara kita telah meyakini hal ini, terbukti dengan digunakannya Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu) bagi semboyan negara kita,” tegas Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra meyakini hal ini.
Jadi, bagaimana mungkin Prabowo lahir dari keluarga majemuk menjadi radikal, bukan?
Isu penistaan agama Islam yang bergulir pada pilkada DKI Jakarta 2017 membawa dampak besar kondisi sosial-politik masyarakat Indonesia. Kontestasi politik tersebut dimenangkan oleh pasangan Anies-Sandi yang diusung oleh Partai Gerindra bersama Partai Keadilan Sejahtera.
Sebagai partai pengusung, Gerindra kerap dikaitkan dengan isu keagamaan tersebut hingga tuduhan sebagai partai radikal. Prabowo menjawab tuduhan itu dalam sebuah diskusi yang ditayangkan dan disiarkan langsung lewat saluran Facebook oleh DIGDAYA TV.
“Tidak benar dan rasanya sulit untuk membuktikan hal tersebut jika merujuk pada data yang ada. Jati diri Gerindra sesuai dengan AD/ART adalah kebangsaan, kerakyatan, religius, dan keadilan sosial.
Oleh karena itu, kaderisasi Partai Gerindra juga tidak memandang suku, ras, agama, atau golongan tertentu. Inilah alasan mengapa saya selalu menggunakan sapaan salam dari tiap-taiap agama setiap membuka acara,” jawab Prabowo.
“Di dalam struktur kepemimpinan Partai Gerindra juga diisi oleh berbagai macam latar belakang suku, ras, agama, dan golongan. Partai Gerindra juga banyak didukung oleh purnawirawan TNI/POLRI yang hidup mereka telah terbukti untuk membela bangsa dan Negara,” tegas Mantan Danjen Kopassus tersebut.
“Masing-masing dari berbagai suku, ras, dan agama di Indonesia punya kontribusi dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ada banyak pahlawan yang beragama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, semua memiliki peran,” lanjut Prabowo.
“Khusus bagi saya pribadi, Ibu saya beragama Kristen. Keluarga kakek saya banyak yang beragama Katolik. Saya dibesarkan dalam lingkungan perbedaan keyakinan, namun kami tetap bisa hidup berdampingan dengan baik,” kenang Prabowo.
“Saya yakin sebagai bangsa kita juga tetap bisa hidup berdampingan. Karena pendiri negara kita telah meyakini hal ini, terbukti dengan digunakannya Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi tetap satu) bagi semboyan negara kita,” tegas Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra meyakini hal ini.
Jadi, bagaimana mungkin Prabowo lahir dari keluarga majemuk menjadi radikal, bukan?
Comments
Post a Comment